Apa itu stres?
Stres merupakan suatu respon alami dari pikiran kita disaat menghadapi situasi yang dipersepsikan atau dinilai sebagai suatu hal yang negatif. Seperti menilai suatu kejadian sebagai sesuatu yang mengancam, berbahaya, susah diseleseikan, atau sebagai sesuatu yang tidak wajar(Lazarus & Folkman, 1984; Patel , dalam Nasir & Muhith, 2011; Santrock, 2003).
Bentuk responnya seperti cemas, marah, sedih, tidak terima, mengeluh, putus asa, maupun kecewa (Hawari, 2004).
Contohnya, ketika seorang pelajar yang hendak menghadapi ujian sekolah. Ketika sesesorang pelajar berhasil membayangkan di pikiranya bahwa ia berkemungkinan gagal. Ia nilai kegagalan tersebut sebagai suatu hal yang buruk, dan tidak seharusnya terjadi padanya, maka dapat dipastikan pikirannya akan membuat respon stres berupa rasa cemas. Tangan basah, hati gundah, takut salah, hal-hal inilah yang akan ia rasakan selama ujian sehinnga ia pun tdak dapat fokus pada ujian. Setelah ujian, ternyata ia dapati nilainya benar-benar seperti ia takutkan maka iapun merasa sedih, dan kecewa pada dirinya. Darimana kekecewaan dan kesedihan itu muncul? Dari penilaiaannya terhadap kegagalan merupakan sebuah hal yang buruk.
Apa yang kita alami ketika mengalami stres?
Saat pikiran kita menilai suatu peristiwa secara negatif, maka otomatis tubuh kita akan mengganggapnya sebagai suatu hal yang “mengancam”, maka akan mengakibatkan aktifnya respon tubuh yang oleh para dokter disebut dengan respon fight or flight. Aktifnya respon fight or flight ditandai dengan aktivitas dari sistem syaraf simpatik yang mengakibatkan tubuh kita memproduksi hormon kortisol (stres) yang menekan kemampuan tubuh kita dalam menangkal penyakit (imunitas), mempercepat detak jantung kita yang tentu berbuntut naiknya tekanan darah dipembuluh darah, paru-paru memompa udara dengan kencang, dan meningkatkan produksi asam lambung (Durand, David & Barlow,2006). Maka tak heran, kita merasakan sakit kepala, badan tegang, lemes, dan sakit perut saat kita mengalami stres dan tentu saja saat kita akan lebih mudah terserang penyakit dan sulit untuk berfikir jernih.
Gejala stres
Untuk lebih memahami stres, ada baiknya saya mengutip pendapat Vlisides, Eddy dan Mozy (dalam Rice, 1999) , mereka menyatakan bahwa stres ditandai dengan gejala-gejala berupa:
- 1. Respon perilaku: suka menghindar dari tanggung jawab, menunda-nunda pekerjaan, menarik diri, pola tidur tidak teratur, pola makan berubah.
- Respon emosi: mudah cemas pada berbagai situasi, depresi, mudah marah, putus asa.
- Respon kognisi: motivasi yang rendah, sulit berkonsentrasi, ragu-ragu, bingung, pikiran penuh atau kosong.
- Respon fisik: merasa lelah, badan lemah, sakit kepala sebelah, otot yang kaku, nyeri pada dada, gangguan lambung.
Sumber stres
Sarafino (1990) menjelaskan bahwa ada beberapa aspek yang dapat menjadi sumber stres pada individu :
- Aspek yang berasal dari individu
Sarafino (1990) membagi dua faktor yang dapat memicu stres yang berasal dari individu yaitu, Pertama adalah melalui adanya penyakit, entah itu demam biasa hingga kanker. Kedua stres dapat pula muncul dari konflik batin. Contohnya, saja ketika kita seseorang anak muda yang hendak putus dengan mantan namun dilain sisi ia masih mencintai pacarnya tersebut. Jika, konflik diri ini tidak diselesaikan maka terjadilah stres.
- Aspek yang berasal dari keluarga
Stres dalam keluarga bersumber dari konflik kebutuhan antar anggota keluaga. Seperti persoalan finansial, perilaku anggota keluarga yang tidak baik, perbedaan keiginan, bertambahnya anggota keluarga, perceraian orang tua, penyakit dan kecacatan yang dialami anggota keluarga dan kematian anggota keluarga.
- Aspek yang berasal dari komunitas dan masyarakat
Adanya hubungan manusia dengan lingkungan luar menyebabkan banyak kemungkinan munculnya persoalan yang dapat memicu stres. Misalnya, stres yang dirasakan anak di sekolah akibat adanya bulliying (verbal atau nonverbal) dari teman-teamannya. Pada orang dewasa, persoalan yang dihadapi dapat muncul dari komunitas dalam tempat kerja seperti medapatkan tugas yang baru dalam pekerjaan, kurang hangatnya hubungan dengan sesama rekan kerja, maupun mengalami pemutusan hubungan kerja.
Penyebab stres
Lalu apa yang membuat kita stres? Lazarus & Folkman (1984) mengungkapkan bahwa prilaku manusia merupakan buah dari penilaiannya terhadap peritiwa yang dialaminya atau akrab kita sebut dengan persepsi atau mindset. Jika manusia menilai suatu perbuatan sebagai suatu hal yang negatif, maka respons strespun otomatis akan terjadi.
Dampak stres
Ada beberapa dampak ketika kita mengalami stres:
- Imunitas tubuh menurun
Djuric dkk (2010) menyatakan bahwa stres berdampak pada keseimbangan fisik seseorang, ketika seseorang individu mengalami stress maka terjadi penurunan daya imunitas pada tubuh individu tersebut. Lemahnya imunitas tubuh ini diakibatkan oleh produksi hormon-hormon stres yang mengaktifkan respon kimiaa tubuh yang nantinya akan menekan kerja dan fungsi sel-sel tubuh dalam melawan sumber-sumber penyakit dari dalam maupun dari dalam tubuh.
- Sukar konsentrasi dan penurunan fungsi kognitif (baca: berfikir/analisis)
Hawari (2004) menyatakan bahwa ketika stres individu akan cenderung sulit untuk menggunakan fungsi kognitifnya dengan baik, konsentrasi individu pun akan menurun dan lebih cenderung bersikap secara emosional. Oleh karena itu, tak heran jika kita sedang mengalami stres, maka keputusan-keputusan yang kita ambil seringkali tidak masuk akal dan sering kita sesali ketika masa stres kita telah berakhir.
- Rentan kanker
Ternyata, ketika kita mengalami stres akan berdampak pula rusaknya pada struktur DNA yang nantinya akan memicu terjadinya kanker (Geronimus, Hicken, Pearson, Seashols, Brown, & Cruz, 2010; Varvogli & Darviri, 2011). Agak mencengangkan memang, namun menurut temuan para ilmuan saat stres, terjadi sebuah proses kimiwi yang akhirnya menggangu kinerja sel yang berbuntut mengganggu “program” dari sel-sel kita, yaitu DNA. Oleh karena itu lah, mengapa para penderita kanker seringkali disarankan dokter untuk untuk tidak stres. Sebab, ketika stres justru sel-sel kanker menjadi semakin kuat dan liar yang akhirnya menggangu proses terapi obat-obatan yang diberikan dokter.
- Kreativitas menurun
James Shanteau & Geri Anne Dino (1993) dari universitas kansas melakukan penelitian eksperimen terhadap 32 partisipan yang terdiri dari laki laki dan wanita dalam sebuah lingkungan yang berpotensi menimbulkan stres. Mereka tinggal sebuah tepatnya di ruangan yang sempit, pencahayaan kurang dan suhu ruangan yang yang tidak ideal. Jadwal makan mereka pun diacak sedemikian rupa, begitu pula kenyamanan mereka saat makan juga diusik dengan ruangan yang sempit dan tidak nyaman, waktu tidur merekapun hanya 4 jam selama satu hari. Selama 2 hari dengan kondisi yang telah diuraikan sebelumnya mereka diberi tugas untuk bersepeda 2 kali sehari. Kemudian, setelah diberi tugas tersebut, mereka diberi sejumlah tugas secara tertulis untuk mengisi suatu pertanyaan-pertanyan yang sebenarnya merupakan skala untuk mengukur kreativitas mereka.
Di waktu yang sama 32 subjek lainnya sebagai kelompok kontrol (baca: tidak diberi perlakuan berupa sumber-sumber stres), mereka ditempatkan disebuah ruangan yang nyaman (non stressor) dan diberikan pula skala kreativitas untuk mereka isi. Hasilnya menujukkan bahwa terjadi pada kelompok eksperimen (baca: dilberikan perlakuan berupa hal-hal yang dapat memicu stres) mengalami penurunan kreativitas, sedangkan pada kelompok kontrol tidak mengalami penurunan kreativitas yang signifikan. Anda bisa lihat pada gambar dibawah:
Referensi:
Djuric, Z., Bird, C., Furumoto-Dawson, A., Rauscher, G., Ruffin, M., Stowe, R., Tucker, K., & Masi, C. (2010). Biomarkers Of Psychological Stress In Health Disparities Research. Open Biomark Journal, 1, 7-19.
Durand, Mark & Barlow, David. (2006). Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Shanteau, J. & Dino G. A. (1993). In Time Pressure and Stress In Human Judgment and Decision Making. New York : Plenum Press, 293-308.
Hawari, Dadang. (2004). Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa.Yogyakarta: Dana Bakti Prisma Yasa.
Lazarus, S. Richard & Folkman, Susan. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York : Springer Publishing Company.
Nasir, A., Muhith, A. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa : Pengantar dan Teori. Jakarta Salemba Medika.
Sarafino, E. P. (1990). Health Psychology: Biopsychological Interaction. New York : John Wiley & Sons.
Rice, Phillip L. 1992. Stress and Health (2nd ed.). California: Brooks/Cole Publishing Company.
Santrock, J. W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja (6th ed). Jakarta: Erlangga.
Oleh Jerry Deriska
Pecinta Mind and Energy Healing